Selasa, 28 Oktober 2014

Resensi film Garuda Didadaku



Resensi film
Garuda Didadaku

Jenis film: drama
Genre: anak-anak
Produksi: SBO Film Dam Mizan Production
Produser: Shanty Harmayn
Sutradara: Ifa Isfansyah
Penulis: Salman Aristo
Pemain: Emir Mahira (Bayu)
               Aldo Tansani (Heri)
               Marsha Aruan (Zahra)
               Ikranagara (Kakek Usman)
               Maudy Koesnaedi (Wahyuni)
               Ary Sihasale (Pak Johan)
               Ramzi (Bang Duloh)
Durasi: 1 jam 36 menit
Rilis: 18 Juni 2009 

Sinopsis :
Bayu, yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya, yaitu menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil men-dribble bola untuk sampai ke lapangan bulu tangkis dan berlatih sendiri di sana.  

Bayu hidup bersama ibu dan kakeknya. Bapak bayu adalah penggila bola yang telah meninggal dunia karena kecelakaan. Bapak bayu adalah penggemar bola yang sering bermain bola hingga suatu hari mengalami cedera di kaki sehingga tidak bisa melanjutkan kembali hobi lamanya dan berakhir dengan menjadi sopir taksi. Bapak bayu meninggal saat sedang bertugas sebagai sopir taksi. Rasa kehilangan kakek Bayu menjadikan bola (yang membuat bapak Bayu cedera hingga berakhir menjadi sopir taksi dan mengalami kecelakaan) sebagai alasan kematian anaknya. Trauma akan hal tersebut menyebabkan kakek bayu tidak menyukai siapa pun dalam keluarganya untuk bergelut dengan sepakbola, terutama Bayu.  

Itulah alasan sebenarnya kakek Bayu, Pak Usman, menentang impian Bayu. Ia pun berdalih bahwa menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan. Bahkan, ia tidak akan mengakui Bayu sebagai cucu jika Bayu nekad menjadi pemain bola. Sebagai cucu yang baik, ia pun taat kepada sang kakek dengan mengikuti berbagai les yang dipersiapkan kakek. Akan tetapi, darah sang ayah pecinta bola turut mengalir dalam dirinya sehingga ia sering mencuri waktu untuk berlatih dan bermain bola bersama teman-temannya. 

Bayu memiliki teman dekat yang senantiasa mendukungnya. Heri, sahabat Bayu penggila bola, sangat yakin akan kemampuan dan bakat Bayu.  Dialah motivator dan ”pelatih” cerdas yang meyakinkan Bayu agar mau ikut seleksi untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional.

Di tengah upaya kakek Usman mendidik Bayu menjadi orang sukses lewat beragam kursus, Bayu justru bertemu dengan Johan (Ari Sihasale), pelatih sekolah sepakbola Arsenal di Jakarta. Pertemuan ini menjadi langkah awal bagi perjalanan panjang Baju untuk masuk menjadi tim sepak bola nasional yang memakai seragam berlambang garuda di bagian dada.

Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari berbagai alasan agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Akan tetapi, hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi Bayu. Bahkan, persahabatan tiga anak itu terancam putus. 
Keunggulan

Film ini bercerita tentang olahraga bola yang memang digandrungi oleh segala usia, semua kasta, berbagai warna kulit, dan berbagai negara sehingga menjadikan film ini meraih animo tinggi dari masyarakat. Bola yang masih dikritik beberapa pihak sebagai hal yang membosankan dan kurang bermanfaat karena hanya menghabiskan waktu tidur malam saja ternyata bisa memberikan makna dari sisi lain yang berbeda.

Film Garuda di Dadaku menyimpan hikmah yang berharga, di antaranya mengajarkan kita untuk terus mengejar impian dan menjaganya meski aral melintang. Jika kita yakin dan mampu, teruslah jaga keyakinan itu. Sesungguhnya kesuksesan juga bisa diraih melalui mimpi yang berawal dari hobi.

Film ini menggambarkan realita kehidupan seorang anak dalam mencapai impiannya meskipun mimpi itu sederhana. Garuda di Dadaku memberi suguhan yang lengkap dengan berbagai factor, yaitu berkualitas, menyentuh, menghibur, sekaligus menginspirasi. 

Garuda Di Dadaku menyajikan sebuah cerita yang sederhana namun berisi. Mengisahkan pertarungan dua kepentingan antara dua generasi. Olahraga sepakbola menjadi cantolan untuk mengaitkan tema besar tersebut. Film ini diramu dengan begitu apik, didukung permainan yang gemilang, plot cerita yang matang, cinematografi, dan editing yang terjaga. Hasilnya? Garuda Di Dadaku tak ubahnya sebuah masakan yang racikan bumbunya terasa pas. Ada haru, kadang juga tawa. Pada bagian ini, apresiasi, lagi-lagi layak diberikan kepada Ramzi, yang kali ini berperan sebagai Bang Duloh.

Akting aktor cilik pendatang baru Emir yang memang memiliki kemampuan memainkan si kulit bundar membuat Garuda di Dadaku menjadi lebih nyata. Ditambah dukungan dari aktor-aktris kelas wahid, seperti Ikranagara dan Maudy, yang membuat kualitas film ini patut mendapat acungan dua jempol.

Suntikan kekuatan juga datang dari soundtrack film yang begitu penuh warna dihadirkan pasangan suami istri penata musik, Aksan Sjuman dan Titi Sjuman. Music Score yang mereka hadirkan membawa penontonnya pada suasana batin yang riuh. Hal ini makin terasa dihadirkan lewat lagu Garuda Di Dadaku yang notasinya mengambil lagu daerah asal Papua, Apuse, yang diaransemen dan dibawakan grup rock Netral. Ia berhasil membangun suasana yang terasa bergelora mengiringi semangat Bayu dalam menggapai mimpinya. 

Sumber :
http://ai-warni.blogspot.com/2011/03/resensi-film-garuda-di-dadaku.html

Rabu, 22 Oktober 2014

Bahaya Sinetron Terhadap Perkembangan Anak

Bahaya Sinetron Terhadap Perkembangan Anak


Pada zaman sekarang ini, banyak sekali sinetron yang disiarkandi televisi. Hampir semua stasiun televisi brlomba untuk memproduksisinetron yang bekerja sama dengan
production house.

Kebanyakan sinetron yang ditayangkan adalah sinetron yang bertemakan percintaan. Namun, ada beberapa sinetron yang bertemakan anak-anak.Rata-rata, sinetron ditayangkan sekitar petang hingga malam hari.Sinetron yang bertemakan percintan jelas sangat tidak pantas untuk ditonton dengan anak usia di bawah umur karena mereka memang belum saatnya untuk mengerti tentang percintaan. Ada pula sinetron yang bertemakan anak-anak, tentu saja sasaran penontonnya adalah anak-anak. Namun, beberapa sinetron yang bertemakan anak-anak memiliki dampak negatif. Di dalam sinetron tersebut, tampak sekumpulan anak SD yang memiliki geng dan menyiksa teman yang tidak mereka sukai. Seringkali dalam sinetron tersebut, justru membahas tentang percintaan. Anak usia di bawah umur belum bisa mengetahui mana yang pantas dan tidak pantas untuk mereka tiru.

Dampak lain dari anak atau remaja yang keranjingan sinetron adalah mereka akan merasa ketergantungan dengan televisi, mereka akan malas melakukan untuk melakukan kegiatan lain selain menonton televisi. Mereka akan cenderung meniru apa yang mereka lihat di tayangan televise atau sering dikatakan para psikolog ‘what they see is what they do’ (apa yang mereka lihat adalah apa yang mereka kerjakan).

Selain itu masalah vulgarisme pun saat ini menjadi masalah dari tayangan – tayangan sinetron. Indonesia adalah salah satu negara yang mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat muslim yang berkiblat pada kehidupan Timur bukan Barat. Akan tetapi semakin kesini semakin menjunjung tinggi fashion kebarat – baratan, yang akan berdampak negatif bagi para generasi muda mendatang. Selain itu jenis peran yang dimainkan oleh para artis sering kali bertabrakan dengan norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan psikologinya.

Itu semua akan berdampak negatif bagi perkembangan anak – anak dan remaja. Krisis moral akan muncul apabila itu semua tidak di hentikan. Dan keadaan ini akan semakin parah jika orang tua sendiri tidak mampu memberi perhatiannya kepada anak – anaknya, dan hal ini bisa membuat anak – anak mencari tokoh yang lebih baik menurutnya dari tempat lain, termasuk sinetron yang ia tonton.

Langkah yang harus dilakukan orangtua adalah membatasi anak menonton televisi. Kemudian pilih tontonan yang sesuai dengan usia anak. Sedapat mungkin orangtua atau orang, dewasa di rumah menahan sementara waktu menonton sinetron sebelum anak-anak tidur. Jika pun anak meminta nonton sinetron, orangtua tetap harus mendampingi anak meski saat nonton sinetron anak-anak atau pun religi yang saat ini marak. “Peran orangtua mendampingi anak menonton untuk mengajarkan bahwa apa yang ditontonnya tidak semuanya patut ditiru,” jelas Astrid W. E. N, M.psi dalam wawancara di Tabloid Femme .

Namun yang paling tepat adalah mengarahkan anak melakukan aktivitas lain bersama anggota keluarga, mengerjakan tugas sekolah, atau hanya berkumpul dan bercanda bersama keluarga. “Sebaiknya orangtua mengalihkan ke tontonan lain seperti film edukasi anak atau film kartun yang banyak menampilkan gambar warna, ukuran, dan jalan cerita sesuai dengan umur anak- anak, juga lebih baik yang bisa melatih kemampuan pola pikir anak. Selain itu, orangtua juga bisa mengajak anak melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat, seperti main ludo, atau permainan edukasi lainnya,” tambah Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi. Dalam wawancara Tabloid Femme

Berikut beberapa tontonan rekomendasi bagi anak Anda:
1.Serial kartun dan superhero seperti Superman, Naruto, Ninja Hattori, dan Doraemon.
2.Tayangan yang menyajikan gerakan, tari, nyanyian dan banyak warna seperti Barneys, dan Jalan Sesama.
3.Tayangan ensiklopedia atau dokumenter seperti Discovery Channel, Si Bolang atau film mengenai flora dan fauna.


Lantas umur berapa anak diperkenankan menonton sinetron? Menurut Astrid anak yang sudah berumur lebih dari 10 tahun atau sekitar kelas 5-6 SD dianggap telah mampu membedakan mana yang nyata atau fiksi. “Anak yang belum bisa berpikir abstrak dan membedakan mana yang nyata atau bohong dengan kisaran umur kurang dari 10 tahun kurang baik nonton sinetron," pungkas Astrid.

Daftar Pustaka


TABLOID FEMME

Yobeen.blogspot.com


Senin, 20 Oktober 2014

Karakteristik Tari Serimpi


Karakteristik Tari Serimpi

Tari serimpi adalah tarian yang berasal dari Jawa Tengah, kata serimpi mengacu pada persamaan kata bilangan 4, oleh karena itu tari serimpi identik dengan jumlah penari 4 orang saja yang semuanya wanita. Ke-empat penari tersebut melambangkan 4 unsur dunia, yaitu api atau grama,  udara atau angin, air atau toya dan tanah atau bumi.

Kemunculan tari ini konon berasal dari kerajaan mataram ketika masa pemerintahan Sultan Agung. Tari ini dianggap sakral karena hanya dilakukan dilingkungan kraton, untuk upacara kenegaraan dan peringatan naik tahta Sultan. Tahun 1775, mataram pecah menjadi dua yakni kesultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta. Hal ini berdampak pada tarian ini, walaupun inti tarian masih sama. Namun serimpi Yogya menjadi Serimpi Dhempel, Genjung dan Babul Layar. Sementara Surakarta menjadi serimpi Bondan dan Anglir Mendung. Walaupun tarian ini sudah sejak lama ada, tetapi baru pada tahun 70an publik mengetahuinya, karena saking sakralnya tarian kraton ini.

Tema perang dalam tari serimpi ini sebenarnya adalah filsafat hidup budaya ketimuran. Tarian ini menggambarkan peperangan yang tak akan pernah habis yakni antara kejahatan dan kebaikan. Bahkan dalam melakukan tari serimpi penari diberi perlengkapan berupa senjata. Properti yang digunakan berupa jepeng, cundrik, atau keris kecil, pistol, jemparing, dan tombak pendek.

Gerak tari serimpi dibagi menjadi 3 bagian :
1.     Gerak Maju Gawang
Gerak sikap jalan biasa dengan sikap tertentu menuju tempat pentas dengan cara berbelok kekanan dan kekiri, kemudian diakhiri dengan sikap duduk
2.     Gerak Pokok
Pada gerak pokok, penari menyajikan tentang tema tariannya. Kalau inti tarian garapannya adalah berbentuk sajian, maka gerak pokoknya akan berbentuk peperangan
3.     Gerak Mundur Gawang
Gerak mundur gawang, kebalikan dari gerak maju gawang. Gerak ini di praktekan dengan gerak jalan biasa

Dari segi pakaian, pakaian yang digunakan oleh penari juga mengalami perkembangan dari sebelumnya. Jika awalnya pakaian yang dikenakan seperti pakaian pengantin putri kraton dengan gelung bokor sebagai hiasan kepala dan dodotan, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, gelung dengan hiasan bunga ceplok, dan hiasan kepala bulu burung kasuari. Karakteristik dari penari serimpi adalah mengenakan keris kecil yang diselipkan dibagian depan menyilang kekiri

Sebelum menari, mereka terlebih dahulu melakukan ritual sesajen. Jika diperhatika seolah para penari dibawa ke alam lain. Karena dalam durasi hampir 60 menit para penari terus menari tanpa adanya interaksi terhadap penonton. Namun seiring dengan perkembangan zaman globalisasi, tari serimpi yang sejatinya dipertunjukan dengan durasi yang hampir 60 menit. Sekarang berubah menjadi menjadi durasi yang cukup singkat, hanya sekitar 15 menit saja.

Pengiringan musik dalam tari serimpi inipun juga sangat sederhana, jika dikelompokan akan menjadi tiga bagian utama, yaitu ; musik sebagai pengiring penari, musik sebagai ilustrator gerak, dan musik sebagai pengisi suara. Pada umumnya alat musik yang dipakai adalah gamelan jawa.

Fungsi tarianpun berubah dari hanya untuk upacara menjadi sebagai sarana hiburan yang dapat dilihat kapan saja.

Tarian ini dimaknakan sebagai tarian yang penuh jiwa ksatria, yang mampu mengalahkan hawa nafsu yang selalu menyertai manusia selama hidupnya. Perlu digaris bawahi dalam tarian ini kita dapat memetik pelajaran hidup, seperti : harus memiliki sikap pemberani dan sifat jujur dalam perbuatan yang kita lakukan


Dari 4 penari yang menggambarkan 4 unsur dunia yang tertanam dalam tari serimpipun juga dapat menunjukkan bahwa dengan saling bekerjasama dan saling menjaga kehidupan umat manusia akan tetap seimbang tanpa adanya perpecahan dan diharapkan akan selalu terjaga keharmonisan antar umat manusia


Daftar Pustaka

https://docs.google.com/document/d/1ipmug_dRdKWGWnq0NIoUxWbHbYx6YkHoOdEidj_dlE8/edit?pli=1

http://pusakapusaka.com/tari-serimpi-tarian-sakral-di-daerah-istimewa-yogyakarta.html

http://anitageofani.blogspot.com/